Bangunan permanen
bercat kuning menyedot perhatian saya ketika berkunjung ke Sekolah
Alam, Tunas Mulia, di kawasan Sumur Batu, Bantar Gebang, Rabu, 4 April
kemarin. Gedung dengan desain rumah panggung itu terlihat mentereng di
banding beberapa bangunan lain di sana. Tak jauh dari gedung, anak-anak
ramai bermain dan berlarian.
“Ini gedung baru sekolah di sini,” ujar Ibu Elly Indah Yani, salah
seorang guru di Sekolah Alam Tunas Mulia. Bersama enam guru lainnya, ia
terlihat antusias menunggu acara peresmian.
Gedung baru itu merupakan bantuan dari Wings Corporation –salah satu
perusahaan penghasil produk makanan, minuman, perawatan rumah dan
perawatan tubuh terkemuka di tanah air. Pembangunan dilakukan melalui
kolaborasi Wings Peduli Kasih dengan Econity90, yaitu sebuah yayasan
sosial non profit yang didirikan atas inisiatif dari alumni Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia angkatan 1990.
“Nantinya gedung ini akan kami gunakan untuk tambahan ruang belajar,” ujar Bu Elly dengan semangat.
Anak sekolak alam bermain sambil menunggu peresmian gedung baru, foto by @duniabiza
Tak hanya bagi guru, anak-anak dan para orang tua juga terlihat
bersemangat menanti peresmian gedung. Sejak peletakan batu pertama
dilakukan, Januari lalu, mereka memang telah menunggu gedung baru itu.
Kehadiran kelas baru di Sekolah Alam Tunas Mulia menjadi penyemangat
untuk lebih rajin menuntut ilmu.
Bu Elly bercerita, saat ini baru ada dua bangunan yang dipakai untuk
ruang belajar mengajar. Bangunan itu terbuat dari kayu dan terbuka.
Selain itu mereka juga memanfaatkan ruang publik seperti aula kelurahan,
dan musholla untuk belajar. Selain minim, kondisi ruang belajar yang
ada juga minim. Di kala hujan, atap yang bocor akan mengganggu proses
belajar mengajar.
Sekolah Alam Tunas Mulia saat ini memiliki sekitar 70 siswa PAUD dán
TK. 50 anak SD, dan 20 anak setingkat SMP. Murid-murid di sekolah ini
tak belajar setiap hari. Waktu belajar tiga kali seminggu.
Ruang kelas yang terbatas digunakan secara bergantian. Iya. Mereka,
anak-anak yang tangguh ini, belajar di sela-sela aktivitas mereka
‘bergelut’ dengan gunungan sampah yang ada di Bantar Gebang.
Hampir sebagian besar murid-murid sekolah alam Bantar Gebang turut
membantu orang tua menjadi pemulung, memilah sampah, dan menjualnya
kepada pengusaha sampah. Sebagai tempat pembuangan akhir sampah dari
Jakarta dan sekitarnya, sebanyak 6.000-6.800 ton sampah dibuang ke
kawasan ini setiap harinya.
Guru PAUD sekolah alam, foto by @duniabiza
Di tengah gundukan sampah itulah Sekolah Alam Tunas Alam berdiri.
Ketika berada di lokasi, saya menyaksikan sendiri bagaimana gunungan
sampah menjadi keseharian anak-anak di sini. Di belakang, depan, samping
kiri dan kanan, gunungan sampah mengepung bangunan sekolah.
Semakin saya mencari tahu tentang sekolah ini, semakin saya takjub
dengan semangat pendiriannya. Sekolah Alam Tunas Mulia didirikan dan
dibina oleh Nadam Dwi Subekti, alumni fakultas peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
Sekolah ini berdiri sejak 13 Oktober 2006 dan terbentang di tanah
wakaf seluas 6 ribu meter. Dalam keterbatasan dan minimnya fasilitas,
hingga kini Pak Nadam terus menyebarkan nyala pada anak-anak di Bantar
Gebang untuk terus belajar dan menimba ilmu.
Serah terima bangunan baru Sekolah Alam. Foto by @duniabiza
Semangat memajukan dunia pendidikan dari Pak Nadam inilah yang
membuat Wings tergerak untuk turut membantu. Public Relations Head PT
Sayap Mas Utama, Bu Gabriella da Silva, mengatakan pembangunan gedung
baru merupakan wujud kepedulian perusahaan terhadap peningkatan mutu
pendidikan masyarakat khususnya yang tinggal di Bantar Gebang.
Lebih jauh Bu Gabriela mengatakan, Wings sangat antusias memberi
bantuan gedung karena Wings percaya, pendidikan merupakan salah satu
faktor penting yang diperlukan untuk memperbaiki kualitas hidup. “Dengan
pendidikan yang baik, kami berharap anak-anak Bantar Gebang bisa
melihat dunia luar dengan lebih terbuka,” ujar Bu Gabriella di sela
acara.
Untuk semakin memperkuat semangat memajukan dunia pendidikan itu
jugalah, Wings sengaja memilih penyerahterimaan bangunan baru Sekolah
Alam Tunas Mulia itu tak jauh dari peringatan hari pendidikan yang jatuh
pada 2 Mei.
“Kami ingin sekolah ini
melanjutkan semangat memajukan dunia pendidikan yang sudah diajarkan
oleh Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara.”
Impian dari Negeri Sampah
Novel karya Pak Nadam dengan latar belakang gunung sampah Bantar Gebang. Foto by @duniabiza
Pengalaman bertandang ke Bantar Gebang, kemarin bagi saya benar-benar
memberi banyak makna. Ini seperti perjalanan jiwa. Saya kembali
diingatkan untuk terus bergerak maju. Semangat anak-anak Bantar Gebang
untuk terus sekolah di tengah keterbatasan adalah pelecut yang ampuh.
Hal lain yang membuat saya tambah tergugah adalah semangat yang
ditunjukkan oleh Pak Nadam Subekti. Selain serah terima bangunan baru,
di hari yang sama, juga dilakukan peluncuran novel berjudul “Impian dari
Negeri Sampah.”
Buku yang terbit atas bantuan Wings ini ditulis oleh Pak Nadam ini
berangkat dari kisah hidup masyarakat Bantar Gebang untuk terus sekolah
dan belajar. Termuat dalam 43 sub judul yang menggugah.
Pak Nadam Subekti bersama muris sekolah alam. sumber foto : beritasatu.com
Pak Aristo Kristandyo, perwakilan Yayasan Wings
Peduli Kasih berharap dukungan yang diberikan Wings dapat membantu dan
memotivasi anak-anak Bantar Gebang. Ia berharap makin banyak masyarakat
baik dari perusahaan maupun instansi pendidikan yang turut memberikan
sumbangsih untuk kemajuan sekolah Tunas Mulia,
Bagi saya, sekilas membaca novel Pak Nadam, mampu memberi perspektif
baru te tentang kehidupan. Novel setebal 365 itu merupakan cerminan
semangat anak-anak Bantar Gebang untuk terus sekolah. Buku yang ingin
menebarkan semangat dan keyakinan untuk memiliki dan tak pernah berhenti
menggapai cita-cita.
“Keyakinan mencapai cita-cita yang mendorong orang untuk maju, dan kita perlu keyakinan untuk melawan kemiskinan,” prinsip yang dipegang dan ingin disebar Pak Nadam lewat novelnya.
Peluncuran buku Impian dari Negeri Sampah. Foto by @duniabiza
Pak Nadam bersama perwakilan Wings Peduli Kasih, Ecogniy90, dan undangan, Foto by @duniabizaKami para blogger, saya, Mba ELisa, Mba Maria, Mba Lita dan Mas Agung berfoto bersama Pak Nadam. Foto by @ElisaKoraag